Advertisement |
Tiga anak
kecil
Dalam
langkah malu-malu
Datang ke
salemba
Sore itu.
Ini dari
kami bertiga
Pita hitam
pada karangan bunga
Sebab kami
ikut berduka
Bagi kakak
yang ditembak mati
Siang tadi
Karya :
Taufiq Ismail, Tirani, 1966
Puisi
karangan bunga karya Taufiq ismail membicarakan peristiwa demonstrasi mahasiswa
pada tahun 1966 menentang orde lama.
PUISI KEMBALIKAN INDONESIA PADAKU TAUFIQ ISMAIL
kepada Kang
Ilen
Hari depan
Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
Hari depan
Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian
berwarna putih dan sebagian hitam,
yang menyala
bergantian,
Hari depan
Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan
bolayang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan
Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena
seratus juta penduduknya,
Kembalikan
Indonesia
padaku
Hari depan Indonesia
adalah satu juta orang main pingpong siang malam
dengan bola
telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,
Hari depan
Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam
lantaran
berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya,
Hari depan
Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
dan di dalam
mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,
sebagian
putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Hari depan
Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang
sambil main
pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam
dan membawa
seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan,
Kembalikan
Indonesia
padaku
Hari depan
Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bola
yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan
Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena
seratus juta penduduknya,
Hari depan
Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian
berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Kembalikan
Indonesia
padaku
Paris, 1971
PUISI MALU (AKU) JADI ORANG INDONESIA
Ketika di
Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin
aku dapat beasiswa
Sembilan
belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira
jadi anak revolusi Indonesia
Negeriku
baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat
merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku
sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitefish
Bay kampung asalnya
Kagum dia
pada revolusi Indonesia
Dia
mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung
Tomo sebagai tokoh utama
Dan
kecil-kecilan aku nara-sumbernyaDadaku busung jadi anak Indonesia
Tom Stone
akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat
Ph.D. dari Rice University
Dia sudah
pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu dadaku
tegap bila aku berdiri
Mengapa
sering benar aku merunduk kini
Langit
akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak
tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku
di Roxas Boulevard, Geylang Road, ebuh Tun Razak,
Berjalan aku
di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku
di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di sela
khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan
kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku
jadi orang Indonesia
Di negeriku,
selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku,
sekongkol bisnis dan birokrasi
berterang-terang
curang susah dicari tandingan,
Di negeriku
anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu
dimanja kuasa ayah, paman dan kakek
secara
hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku
komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,
senjata,
pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum
dipotong birokrasi
lebih
separuh masuk kantung jas safari,
Di kedutaan
besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen
dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri,
jenderal, sekjen dan dirjen sejati,
agar
orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku
penghitungan suara pemilihan umum
sangat-sangat-sangat-sangat-sangat
jelas
penipuan
besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku
khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara
yang opininya bersilang tak habis
dan tak utus
dilarang-larang,
Di negeriku
dibakar pasar pedagang jelata
supaya
berdiri pusat belanja modal raksasa,
Di negeriku
Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
ciumlah
harum aroma mereka punya jenazah,
sekarang
saja sementara mereka kalah,
kelak
perencana dan pembunuh itu di dasar neraka
oleh satpam
akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku
keputusan pengadilan secara agak rahasia
dan tidak
rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli,
kabarnya
dengan sepotong SK
suatu hari
akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,
Di negeriku
rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan,
lima belas
ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku
telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi
gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,
Di negeriku
sepakbola sudah naik tingkat
jadi
pertunjukan teror penonton antarkotacuma karena sebagian sangat kecil bangsa
kita
tak pernah
bersedia menerima skor pertandingan
yang
disetujui bersama,Di negeriku rupanya sudah diputuskan
kita tak
terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa,
lagi pula
Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil
karena Cina,
India, Rusia dan kita tak turut serta,
sehingga
cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,
Di negeriku
ada pembunuhan, penculikan
dan
penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh,
Tanjung
Priuk, Lampung, Haur Koneng,
Nipah, Santa
Cruz dan Irian,
ada pula
pembantahan terang-terangan
yang
merupakan dusta terang-terangan
di bawah
cahaya surya terang-terangan,
dan matahari
tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai
saksi
terang-terangan,
Di negeriku
budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada,
tapi dalam
kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang
menyelam di
tumpukan jerami selepas menuai padi.
Langit
akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak
tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku
di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku
di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku
di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di sela
khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan
kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.1998
0 comments: